Sepatu agaknya telah menjadi kebutuhan primer bagi banyak orang. Terdapat jenis sepatu dengan berbagai rentang harga dan bahan, dari kulit hingga plastik, dari flat shoes hingga sepatu boots. Merek sepatu yang eksis di pasaran nyatanya bukan hanya merek impor. Merek sepatu lokal seperti Bucheri dan Wakai nyatanya juga eksis di pasaran.
Merk-merk sepatu ini, ternyata dari Indonesia lho!
Bucheri dan Wakai ternyata merek lokal? Ya… Bucheri memang terdengar seperti merek keluaran Italia, padahal sejak 1980an, merek tersebut telah diproduksi oleh PT Vigano Cipta Perdana yang berasal dari Indonesia. Menyasar segmen pria dan wanita, merek Bucheri memergunakan bahan kulit maupun suede, sedang Wakai sendiri tentu terdengar seperti merek sepatu keluaran Jepang, apalagi dengan huruf kanji menyertai cetakan sepatunya. Memergunakan bahan kanvas dengan sol datar, baik Bucheri maupun Wakai mudah ditemukan di gerai-gerai yang terdapat di mall.
Kejayaan merek-merek premium lokal agaknya tidak berbanding lurus dengan banjirnya produk China ke pasaran dalam negeri. Bahkan, sejak 2010 telah berlaku perdagangan bebas antara ASEAN dan China sehingga produk China sangat mudah untuk masuk ke Indonesia.
Pedagang dan konsumen lebih memilih produk China disebabkan oleh anggapan bahwa kualitas produk lokal tidak lebih baik dibanding merek dalam negeri. Selain itu, harga produk luar seringkali lebih miring dibanding lokal.
Aspek lainnya, merek impor seringkali dijual di tempat-tempat strategis dan sering dikunjungi orang. Sedangkan, merek dalam negeri sendiri biasanya dijual di gerai-gerai tertentu yang lokasinya tidak strategis dan jauh dari jangkauan customer.
Potensi ekonomi dari pemberdayaan produk lokal akan untungkan semua pihak
Padahal, pada 2015, dalam waktu lima hari saja (8-12 April), dari 58 stand yang ikut serta, Inacraft 2015 berhasil menarik 166.635 pengunjung, serta menghasilkan total penjualan senilai $ 9,8 juta (sekitar Rp. 131 milliar). Hal tersebut menunjukkan jika industri dalam negeri tidak sepenuhnya lesu.
Jika barang-barang dari China menggempur pasar dalam negeri dengan sasaran low-end, merek lokal sesungguhnya dapat bertarung pada produk premium. Beberapa pilihan dari merek lokal rasa internasional dari situs marketplace Qlapa yaitu lain Nada Boots dan Kyo.
Keduanya mampu membuktikan bahwa merek premium lokal layak dipertimbangkan. Sama-sama mengusung model sepatu boots, kedua merek tersebut terbuat dari kulit handmade dengan rentang harga bervariasi. Nada Boots berkisar antara Rp 350.000-450.000, sedangkan Kyo dimulai dengan rentang harga 799.000. Pembuatan sepatu boots dilakukan secara handmade, tentu menjamin keunikan antara keluaran satu dengan lainnya, berbeda dengan keluaran massal dari pabrik.
Jati diri juga menjadi kunci berkibarnya merek lokal. Lokalitas dapat menjadi kunci keunikan produk lokal. Pemilihan bahan dan model menjadi menarik ketika produsen mengadaptasi keunikan tiap daerah dengan kebutuhan dewasa ini. Lokalitas tersebut agaknya coba diusung IndHe Bags. Diusung oleh Ineu Mardiana dengan konsep smart ethnic bag. Ciri khas semacam ini kemudian akan sulit ditirukan oleh produk impor, yang tentu tidak mengenal budaya dalam negeri.
Ini yang bikin produk lokal semakin lesu
Sayangnya, barang tiruan atau produk imitasi juga turut andil dalam pasar dalam negeri. Produk-produk tersebut memiliki tampilan hampir serupa dengan produk original, dengan kualitas dianggap hampir serupa dan harga yang tentu lebih murah. Gaya hidup agaknya mendesak banyak konsumen memilih barang imitasi. Selagi sepatu boots pilihan memiliki tampilan yang mirip dan harga yang ramah di kantong, eksistensi produk impor akan tetap terjaga.
Padahal, belanja sepatu boots lokal yang handmade (original) memiliki manfaat jangka panjang, di antaranya:
- Kualitas sepatu boots baik sehingga tidak perlu membeli produk yang sama dalam jangka waktu cukup lama
- Model dan/atau desain tidak pasaran, unik, khas yang mengilustrasikan dirimu
- Harga jauh lebih hemat dibanding belanja produk tiruan karena cukup belanja satu kali bisa dipakai berkali-kali
Peran tren media online, pemerintah, dan pihak lain untuk menyuburkan ekosistem produk kerajinan Indonesia
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kebijakan, berupa membatasi impor barang modal dan bahan baku penolong. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meredam serbuan barang impor, karena memang perdagangan bebas tidak bisa begitu saja dihindari.
Di sisi lain, peran masyarakat secara luas pun perlu digalakkan untuk meningkatkan nilai jual produk kerajinan lokal. Salah satu upaya nyata untuk memberdayakan para pengrajin lokal yaitu adanya sarana belanja online melalui media sosial, marketplace, dan ecommerce.
Masalah yang sering muncul, para perajin kerap merasa kesulitan untuk mengadakan pameran dan bazar yang biasanya terkendala masalah dana. Keberadaan media sosial bisa menjadi alternatif “pamer produk”. Sayangnya, hal tersebut kurang begitu optimal, dimana media sosial tidak didesain untuk berjualan produk. Alhasil Fitur-fitur yang sesuai dengan penjualan dan tidak terdapat dalam media sosial dan situs marketplace, kesemuanya ada di dalam Qlapa.
Qlapa merupakan marketplace yang didirikan oleh Benny Fajarai dan Fransiskus Xaverius (Frans), sebagai pasar online bagi
para perajin lokal. Situs tersebut memiliki sistem transaksi melalui rekening bersama dan fitur penghitungan ongkos kirim yang jelas.